Senin, 17 Mei 2010

KAJIAN TENTANG PENUNJUKKAN RIAU SEBAGAI PUSAT PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT

Memenuhi permintaan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI untuk mengkaji kemungkinan penunjukkan Riau Sebagai Pusat Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit sesuai Surat Sekretaris Kabinet RI Nomor B.585/Seskab/VIII/2009, tanggal 26 Agustus 2009 tentang penunjukkan Riau Sebagai Pusat Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit maka disampaikan pokok-pokok kajian dengan sistimatika sebagai berikut :

• Gambaran Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Perkebunan Sawit
• Pengembangan Klaster Industri Perkebunan Sawit
• Tinjauan Aspek Pertanahan dalam Pengembangan Klaster Industri Perkebunan Kelapa Sawit

A. Gambaran Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Untuk Perkebunan Sawit

Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di pulau Sumatera dengan luas 8.975.785 hektar yang berpotensi terbesar dalam pengembangan tanaman kelapa sawit. Secara berurutan areal perkebunan kelapa sawit yang terluas terdapat di Provinsi Riau yaitu sekitar 28%, di provinsi Sumatera Selatan sebesar 18 % di Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Sumatera Utara sebesar 15 %, di provinsi Jambi sebesar 14%, di Provinsi Sumatera Barat sebesar 8%, di Provinsi NAD sebesar 7%, dan di Provinsi Bengkulu yang paling kecil berpotensi untuk pekebunan kelapa sawit sekitar 5%.

Kondisi penggunaan tanah perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau sesuai hasil analisa neraca penatagunaan tanah provinsi tahun 2007 adalah seluas 1.514.902, 86 hektar atau sebesar 5,92 % dari luas penggunaan tanah Provinsi yang tersebar di seluruh Kabupaten. Penggunaan tanah kelapa sawit existing terluas berada di Kabupaten Kampar (30,68 %) dan terendah di Kota Pekan Baru (0,82 %). Kemudian penggunaan tanah kelapa sawit existing diikuti oleh Kabupaten Siak (17,67%) dan Kabupaten Pelalawan (17,53%). Sedangkan untuk Kabupaten lainnya penggunaan tanah kelapa sawit existing memiliki prosentase kecil.




Jika dikaitkan dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau, penggunaan tanah perkebunan kelapa sawit yang sesuai adalah seluas 1.000.987.74 hektar dan yang tidak sesuai seluas 508.915.12 hektar. Penggunaan tanah perkebunan kelapa sawit yang dikategorikan paling sesuai terhadap fungsi kawasan dalam RTRW provinsi terdapat di kabupaten Indragiri Hilir (91.99 %).

Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Kabupaten Indragiri Hilir dapat dikategorikan paling sesuai dalam penggunaan tanah (kelapa sawit) existing terhadap RTRW, dan dengan prosentase kesesuaian dibawah 50% adalah Kabupaten Bengkalis (39,96%), Kota Pekan Baru (33%) dan Kabupaten Siak (47,88%).

Tabel 1. Kesesuaian Kelapa Sawit Existing Terhadap RTRW
No. KABUPATEN SESUAI Persentase (%) TIDAK SESUAI Persentase (%) Luas (ha) Persentase (%)
1 BENGKALIS 7.457,12 39,96 11.205,54 60,04 18.662,66 1,23
2 INDRAGIRI HILIR 62.119,27 91,99 5.405,44 8,01 67.524,70 4,46
3 INDRAGIRI HULU 75.170,92 68,07 35.267,27 31,93 110.438,18 7,29
4 KAMPAR 311.737,90 67,07 153.090,97 32,93 464.828,87 30,68
5 KOTA PEKAN BARU 4.082,67 33,00 8.289,39 67,00 12.372,06 0,82
6 KUANTAN SINGINGI 41.102,67 58,27 29.430,14 41,73 70.532,81 4,66
7 PELALAWAN 218.290,69 82,18 47.346,66 17,82 265.637,34 17,53
8 ROKAN HILIR 63.386,82 72,15 24.472,01 27,85 87.858,83 5,80
9 ROKAN HULU 94.479,59 63,25 54.889,06 36,75 149.368,66 9,86
10 SIAK 128.160,10 47,88 139.518,65 52,12 267.678,75 17,67
Jumlah 1.005.987,74 508.915,12 1.514.902,86 100,00

Dari hasil perbandingan kondisi penggunaan tanah perkebunan kelapa sawit terhadap fungsi kawasan sesuai RTRW Provinsi diperoleh tingkat kesesuaian seluas 1.005.987.74 hektar. Ditinjau dari aspek penguasaan tanah, dari luas yang sesuai (1.005.987,74 hektar) ternyata hanya seluas 754.283 hektar yang memiliki status tanah hak Guna Usaha (HGU) dan 251.704 hektar dengan status tanah non HGU.

Adapun komposisi penggunaan tanah perkebunan kelapa sawit di setiap Kabupaten/Kota se provinsi Riau pada penguasaan tanah skala besar dapat dilihat pada grafik berikut. Luas perkebunan kelapa sawit terbesar terdapat di Kabupaten Kampar (26,54%). Berturut-turut luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan (23,93%), Kabupaten Siak (12,06%), Kabupaten Indragiri Hulu (9,30%), Kabupaten Rokan Hulu (9,05%), Kabupaten Indragiri Hilir (7,33%), Kabupaten Rokan Hilir (6,63%), Kabupaten Kuantan Singingi (4,50%), Kabupaten Bengkalis (0,49%). Sedangkan luas perkebunan kelapa sawit terkecil pada penguasaan tanah skala besar adalah di Kota Pekan Baru (0,17%).




B. Pengembangan Klaster Industri Perkebunan Sawit

Dalam rangka meningkatkan daya saing nasional, klaster industri dapat dilihat sebagai kelompok industri inti yang terkonsentrasi secara regional maupun global yang saling berhubungan atau berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait, industri pendukung maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga terkait dalam meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan mendorong tercipta keunggulan kompetitif.

Dalam kaitan dengan penunjukkan klaster industri hilir kelapa sawit di provinsi Riau, keberadaan klaster ini dapat dilihat dari perspektif pengembangan kawasan andalan untuk perkebunan, yaitu
 kawasan andalan Pekanbaru dan sekitarnya,
 kawasan Duri-Dumai dan sekitarnya,
 kawasan Rengat,
 kawasan Kuala Enok-Teluk Kuantan-Pangkalan Kerinci,
 kawasan Ujung Batu-Bagan Batu.

Dukungan terhadap klaster ini dapat dilihat dari perspektif pengembangan pelabuhan sebagai simbol transportasi laut nasional dan internasional yaitu pelabuhan internasional di Dumai dan pelabuhan nasional di Kuala Enok serta indikasi program lima tahunan untuk usulan program utama rehabilitasi dan pengembangan kawasan andalan untuk sektor perkebunan 2007-2027 (lampiran PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang wilayah nasional)

Usulan Pemerintah Provinsi Riau kepada Presiden Republik Indonesia untuk menunjuk dan menetapkan Riau Sebagai Pusat Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit telah didukung oleh beberapa ketentuan peraturan perundangan terkait sektor perkebunan industri, dan tata ruang wilayah nasional. Keberadaan klaster industri sudah diatur melalui Perpres No.28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, Kepres Kawasan Industri No 6 tahun 1996 dan PP No.26 tahun 2008.

Dalam kaitannya dengan Tata Ruang, Kawasan Pusat Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit yang sudah masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Tahun 2002 adalah Kawasan Industri Dumai di kota Dumai yaitu seluas 290 hektar sedangkan untuk dua lokasi lainnya seperti Kuala Enok dikabupaten Indragiri Hilir seluas 858 hektar dan Buton dikabupaten Siak seluas 5.857 hektar belum dimasukkan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Provinsi Riau sehingga Pusat Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit tersebut belum diplotkan ke dalam peta RTRWP Provinsi Riau. Perlu revisi RTRWP Provinsi Riau dalam kaitannya untuk memasukkan kegiatan Pusat Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit ke dalam RTRWP Provinsi Riau yang akan diperdakan.

Tabel 2. Arahan Lokasi Kawasan Industri Dalam Rangka Pengembangan Klaster Perkebunan Kelapa Sawit di Riau

No Kawasan Industri Luas (Ha) Pencadangan Selisih
(Ha) Keterangan
1 Buton 5.857 4.450 - 1.407
2 Kuala Enok 858 62.752 61.894
3 Dumai 290 295,2 5,2 Sesuai RTRW Prov Riau tahun 2002
Jumlah 7.005 11.020,4


Keterangan :
1. Rencana kawasan industri sesuai arahan Pemda Kabupaten Siak, Indragiri Hilir, Kota Dumai adalah seluas 7.005 Hektar
2. Ketersediaan tanah sesuai analisa penggunaan tanah non budi daya, RTRW non lindung dan kawasan hutan produksi konversi adalah seluas 11.020. 4 hektar
3. Selisih luas kawasan industri antara arahan Pemda dengan ketersediaan tanah adalah seluas 1.407 hektar


C. Tinjauan Aspek Pertanahan dalam Pengembangan Klaster Industri Perkebunan Kelapa Sawit

Ditinjau dari aspek penguasaan tanah, perkebunan kelapa sawit eksisting yang sesuai dengan fungsi kawasan dalam RTRW Provinsi Riau telah memiliki status tanah Hak Guna Usaha seluas 754.283 hektar dan seluas 251.704 hektar dengan status tanah non HGU. Ditinjau dari aspek ketersediaan tanah sesuai analisa penggunaan tanah non budi daya, kesesuaian dengan arahan fungsi non lindung pada RTRW dan overlay terhadap kawasan hutan produksi konversi diperoleh areal pencadangan tanah perkebunan kelapa sawit seluas 11.020. 4 hektar

Keberadaan klaster industri perkebunan kelapa sawit yang telah diarahkan Gubernur Riau ke lokasi kawasan industri Dumai, Buton dan Kuala Enok ditinjau dari aspek penatagunaan tanah sudah cukup memadai karena memperhatikan aspek penguasaan tanah dan aspek ketersediaan tanah.

Untuk maksud tersebut, bagi setiap rencana kawasan industri yang akan mendukung keberadaan klaster perlu mendapat penetapan dan ijin lokasi terlebih dahulu dari Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam hal ini, dukungan pertimbangan pertanahan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pemberian ijin lokasi untuk memastikan kondisi fisik, sosial dan yuridis dari setiap lokasi kawasan industri. Semua pihak, baik pemerintah maupun perusahaan yang akan membangun dalam kawasan industri tersebut dapat diberikan sertipikat tanah induk maupun klaster sesuai ketentuan perundangan yang ada, termasuk dalam hal pengaturan luas tanah yang dimohon, jenis hak yang akan diberikan, serta hak dan kewajiban lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar